Home » » MENTAL KORUPSI DI KALANGAN PEJABAT PEMERINTAHAN SULIT DIBERANTAS

MENTAL KORUPSI DI KALANGAN PEJABAT PEMERINTAHAN SULIT DIBERANTAS

Written By Unknown on Jumat, 28 Desember 2012 | 18.48

MENTAL KORUPSI DI KALANGAN PEJABAT PEMERINTAHAN SULIT DIBERANTAS
Disusun oleh :
Drs. Nanang Nugraha, SH.MSi

BAB  I
PENDAHULUAN

A.      Sejarah Pemberantasan Korupsi
-          Orde Lama
Undang-undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemerikasaan Tindak Pidana Korupsi.
-          Orde Baru
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
-          Orde Reformasi
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001.

B.       Definisi dan Jenis Korupsi
1.      Definisi Korupsi
Disimak dari terminologi korupsi yang berasal dari kata latin corruption atau corruptus yang berasal dari kata corrumpere suatu kata lain. Dalam beberapa bahasa di Eropa seperti bahasa Inggris corruption, corrupt, bahasa Perancis dengan kata corruption dan bahasa Belanda menggunakan kata corruptie yang selanjutnya menjadi korupsi dalam bahasa Indonesia. Sedangkan di Malaysia ditemukan istilah resuah yang berasal dari bahasa Arab (riswah) yang artinya sama dengan korupsi dalam bahasa Indonesia.
Secara sempit korupsi adalah penyalahgunaan jabatan public untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
2.      Jenis Korupsi
a)      Tarnstactive Corruption   : (Suap)
b)      Extortive Corruption        : (Pungli)
c)      Insentive Corruption        : (Gratifikasi)
d)     Nepotistic Corruption       : (Nepotisme)
e)      Autogenic Corruption       : (Pemberian Informasi)
f)       Supportive Corruption     : (Melindungi Kelompok)

C.      Ciri – ciri Korupsi
1.      Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
2.      Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia.
3.      Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
4.      Mereka yang terlibat langsung adalah yang meginginkan keputusan yang tegas dan mereka yang mampu mempengaruhi keputusan itu.
5.      Tindakan korupsi mengandung penipuan baik pada badan publik atau masyarakat umum.
6.      Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggung jawaban dalam tahanan masyarakat.


D.      Sebab – sebab Korupsi di Indonesia
1.      Kerawanan kondisi social ekonomi.
2.      Kerusakan moral
3.      Kelemahan sistem
4.      Birokrasi administrasi yang kacau
5.      Adm. Pemerintah tidak The Right Man In The Right Place/Nepotisme
6.      Memanfaatkan kelemahan UU/Peraturan
7.      Wewenang yang kurang kendali
8.      Sistem manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien
9.      Faktor sosial budaya malu
10.  Aji mumpung
11.  Gaya hidup




BAB II

A.      Pendekatan (Cara Pandang)
1.      Melihat korupsi sebagai suatu tindak pidana saja akan membatasi pendekatan kita terhadap korupsi.
2.      Pada kenyataannya korupsi lebih merupakan sebuah attitude/perilaku  atau hasil dari sistem yang lemah / buruk.
3.      Korupsi tidak hanya berbicara tentang bad people, tetapi juga merupakan gambaran dari bad systems.
4.      Dilihat dari sebabnya, korusi dapat dibagi 2 :
a.      Corruption by need
Perbaikan penggajian dan sistem penggajian yang perlu upaya sistematis dan melibatkan berbagai instansi.
b.      Corruption by greed
Penegakkan hukum diyakini sebagai upaya yang lebih efektif agar tidak lagi terjadi kejahatan-kejahatan yang sama.

B.       Politik (Kebijakan) Hukum Pemberantasan Korupsi
1.      Kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
2.      Penguatan sanksi untuk menimbulkan efek jera (hukuman minimum)
3.      Pencegahan di samping penindakan
4.      Penindakan pada kasus-kasus “besar”
5.      Lembaga khusus (extra ordinary body)
6.      Partisipasi masyarakat
7.      Kerjasama internasional
C.      Korupsi Sebagai Produk Sistem yang Buruk
1.      Sistem Hukum           : Peraturan, Peradilan, dan Pelayanan Hukum
2.      Sistem Politik             : Pemilu, Kepartaian, Pemerintahan, dll
3.      Sistem Sosial              : Status sosial (appearance lebih utama ketimbang                                          performance)
4.      Sistem Budaya           : Upeti, Hadiah, Gratifikasi
5.      Sistem Birokrasi         : Struktur, Kinerja, Loyalitas, dll
(Adm. pemerintahan)

D.      Modus Operandi Korupsi
Dari berbagai kasus yang ditanda tangani Kejaksaan dan instansi penegak hukum lainnya ditemukan bentuk-bentuk cara melakukan korupsi menggunakan modus :
1.      Pemalsuan dokumen, dilakukan dengan cara membuat surat palsu, dokumen palsu atau berita acara palsu, ini sering terjadi dalam pembangunan proyek fisik seperti gedung, jalan, lahan, reboisasi, pengerukan sungai dan berbagai pekerjaan yang memerlukan adanya berita acara pada saat pencairan dana proyek. Dalam dunia perbankan pun sering terjadi dengan membuat surat-surat palsu yang berkaitan dengan agunan kredit yang disebut dengan “mark up” dan juga yang berkaitan dengan proses pencairan dana dalam kegiatan perbankan.
2.      Pemalsuan kwitansi, ini biasanya terjadi pada tanda terima sejumlah uang yang diisikan berbeda dengan besar jumlah fisik dana yang sebenarnya.
3.      Menggelapkan uang/barang milik negara atau kekayaan negara; umumnya dilakukan oleh para bendaharawan proyek dimana ia seharusnya menyimpan uang tersebut secara baik sesuai ketentuan yang ada, tetapi malah memakai uang tersebut untuk keperluan pribadi.
4.      Penyogokan atau penyuapan biasanya terjadi antara seseorang memberikan hadiah kepada seorang pegawai negeri dengan maksud agar pegawai negeri itu berbuat atau mengalpakan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.

E.       Pengaturan Tindak Pidana Korupsi
1.      Tap MPR RI Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara negara yang bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2.      Tap MPR RI Nomor VIII/MPR/2001
Rekomendasi arah kebijakan korupsi, kolusi dan nepotisme.
3.      Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4.      Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

F.       Rumusan Delik Korupsi
1.      Pasal 2 (1)
“Setiap orang yang secara melawan hukum telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit      Rp 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah) dan paling banyak                    Rp 1.000.000.000,- (Satu milyar rupiah)”.
Dalam Undang-undang ini tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Hal ini sangat penting untuk pembuktian. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam Undang-undang ini, meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana.
2.      Pasal 2 (2)
“Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”.
3.      Pasal 3
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak                   Rp 1.000.000.000,- (Satu milyar rupiah)”.

4.      Pasal 4
“Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3”.
5.      Pasal 7 (1)
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda sebesar Rp 100.000.000,- (Seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah) :               a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;  b. Setiap orang yang mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a”.
6.      Pasal 11
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda sebesar Rp 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,- (Dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya”.
7.      Pasal 12 B
(1)   Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.       Yang nilainya Rp 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b.      Yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah) pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
(2)   Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan denda paling sedikit Rp 200.000000,- (Dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (Satu milyar rupiah).
8.      Pasal 26 A
Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari :
a.       Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik denganalat optik atau yang seruap dengan itu; dan
b.      Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.
9.      Pasal 37
(1)   “Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi”.
(2)   “Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, maka pembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti”.

G.      Tantangan
1.      Rumusan Tindak Pidana Korupsi yang masih kabur (Vague norm)
2.      Sinkronisasi nilai-nilai moral dan hukum
3.      Pendekatan yang terlalu”legalistik” akan menimbulkan bias keadilan
4.      Persamaan di depan hukkum (equality before the law)
5.      Lahirnya korupsi/kejahatan baru (Markus)




BAB  III
PEMECAHAN MASALAH

1.      Mewujudkan secara transparansi prinsip Reward and Punishment.
2.      Mengoptimalkan Penegakkan Hukum.
3.      Membenahi Kesadaran Hukum Masyarakat.
4.      Meningkatkan Kesejahteraan bagi Pegawai Negeri.


BAB  IV
KESIMPULAN

1.      Tidak seluruh masalah korupsi dapat diselesaikan dengan hukum.
2.      Kemauan/komitmen politik dan konsistensi dari pucuk pimpinan.
3.      Dukungan sistem.
4.      Kesadaran hukum masyarakat.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Berbagi Design Blogger

Sobat sedang membaca artikel tentang MENTAL KORUPSI DI KALANGAN PEJABAT PEMERINTAHAN SULIT DIBERANTAS. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebarluaskan artikel ini, tapi jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya.

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar bijak Anda sangat di nantikan ..Terimakasih.Salam Sukses...

get this widget
Memuat...


Daftar Artikel Gratis

Berlangganan Gratis



 
Support : Fahrezanugraha | Alifa Firmansyah | Team Creatif
Copyright © 2013. Skripsi, Karya Tulis Ilmiah dan bahan Tayang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger