BAB 1
REFORMASI HUKUM DAN BIROKRASI PEMERINTAHAN
A.
Peranan Hukum Dalam Pembangunan
Tanda-tanda mulai tumbuhnya pengakuan dari pentingnya
fungsi hukum dalam pembangunan menurut menunjukkan bahwa kita tidak dapat
menghindarkan kesan bahwa di tengah-tengah kesibukan tentang pembangunan ini
terdapat suatu kelesuan (melaise) atau kekurangpercayaan akan hukum dan gunanya
dalam masyarakat. Namun sebaliknya dan
hal ini mungkin menjadi aneh kedengarannya, di puncak malaise ketiadaan
kepercayaan mengenai guna bahkan adanya hukum di masyarakat kita ini, terdengar
teriakan yang menandakan masih percayanya orang Indonesia terhadap keampuhan
hukum. Tidak bosan-bosannya sebagian masyarakat megumandangkan the rule of law
dengan harapan yang sering mengharukan bahwa dengan kembalinya ratu keadilan ke
atas tahtanya, dengan sendirinya segala sesuatu akan baik kembali dan akan
tercapai masyarakat yang aman damai dan sejahtera. [1]
Keadaan yang dilukiskan di atas yaitu bahwa orang disatu
pihak, acuh tak acuh atau hilang kepercayaan terhadap hukum, tetapi dilain
pihak memiliki kepercayaan yang naif terhadap kekuatan yang seakan-akan menjadi
Religious magis dari pada hukum mencirikan cara berpikir kita umumnya tentang
hukum. Negara Indonesia sebagai negara hukum memberikan Pengertian bahwa segala
tindak-tanduk dan sikap tatalaku setiap warga negara maupun pemimpin harus
didasarkan oleh hukum. Konsekuensi inilah yang harus dijalankan sebaga negara
yang menamakan dirinya sebagai negara hukum. Hukum dibuat dimaksudkan untuk
mengatur dan menerumah tanggaibkan masyarakat walaupun sering pada
implementasinya belum secara sempurna dapat dilakukan.
Masyarakat suatu negara tidak dapat menghindari perubahan
disegala bidang, baik tekhnologi, sosial maupun budaya. Hal ini membawa dampak
pada perubahan perilaku masyarakat yang mungkin harus melakukan penyesuaian
terhadap perubahan yang terjadi. Biasanya setiap perubahan membawa
konsekuensi-konsekuensi yang harus disikapi pula dengan cara yang arif sehingga
tidak menimbulkan permasalahan yang justru menghambat kemajuan dan perubahan
dalam masyarakat, karena kemajuan dan perubahan memang sudah seharunya terjadi
agar manusia menjadi lebih berkualitas dan lebih baik.
Namun demikian, perubahan masyarakat disegala bidang dengan segala konsekuensinya itu perlu ada pengaturan melalui sebuah norma yang disepakati sebagai suatu kaedah yang disebut sebagai norma hukum yang diharapkan dpat mengawal perubahan masyarakat tersebut.[2]
Namun demikian, perubahan masyarakat disegala bidang dengan segala konsekuensinya itu perlu ada pengaturan melalui sebuah norma yang disepakati sebagai suatu kaedah yang disebut sebagai norma hukum yang diharapkan dpat mengawal perubahan masyarakat tersebut.[2]
Fungsi Hukum Dalam Masyarakat.
Untuk tetap berumah tanggaahan dalam hidupnya dan untuk
mempermudah memenuhi kebutuhannya manusia harus berinteraksi dengan manusia
yang lain. Manusia sering kali diidentifikasikan tidak hanya sebagai makhluk
biologis saja tetapi juga sebagai makhluk sosial sebagaimana dikatakan oleh
Paul Vinogradoff, pada dasarnya manusia itu adalah makhluk sosial. Bagi
manusia, melakukan hubungan-hubungan sosial sudah merupakan perintah alam. Hal
ini karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya dalam hidup dalam keadaan
terisolasi dan terpisah dengan alam dan manusia lainnya karena dia senantiasa
membutuhkan orang lain untuk melakukan kerjasama dan saling membantu dengan
manusia lain.[3]
Pertanyaan mengenai apa pengertian hukum itu yang
sebenarnya dan fungsi hukum dalam masyarakat, dapat dikembalikan pada pertanyaan
dasar apaka tujuan hukum itu. Tujuan pokok dari hukum apabila hendak direduksi
pada satu hal saja adalah ketertiban (order). Ketertiban adalah tujuan pokok
dan merupakan dari segala hukum kebutuhan terhadap ketertiban ini, syarat yang
fundamental bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Lepas dari segala hal lain yang menjadi tujuan
dari hukum , ketertiban sebagai tujuan utama hukum merupakan suatu fakta
objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya.
Mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya manusia tanpa atau
diluar masyarakat, maka manusia, masyaraat dan hukum merupakan Pengertian yang
tidak dapat dipisah-pisahkan.
Disamping ketertiban menurut Muchtar Kusumaatmaja tujuan
lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan
ukurannya, menurut masyarakat dan zamannya. Untuk mencapai ketertiban dalam
masyarakat ini diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam
masyarakat. Yang penting sekali bukan saja bagi suatu kehidupan masyarakat
teratur, tetapi merupakan syarajat mutlak bagi suatu organisasi hidup yang
melampaui batas-batas saat sekarang. Tanpa kepastian hukum dan ketertiban
masyarakat yang dijelmakan olehnya manusia tidak mungkin mengembangkan
bakat-bakat dan kemampuannya secara optimal didalam masyarakat tempat dia
hidup.
Hukum Sebagai Kaedah Social
Adanya
hukum sebagai kaedah sosial tidak berarti bahwa pergaulan antar manusia dalam
masyarakat hanya diatur oleh hukum. Selain oleh hukum, kehidupan manusia dalam
masyarakat selain dipedomani moral manusia itu sendiri diatur pula oleh agama ,
kaedah susila, kaedah kesopanan, adat-kebiasaan dan kaedah-kaedah sosial
lainnya. antara hukum dan kaedah-kaedah sosial lainnya in, terdapat jalinan
hubungan yang erat yang satu memperkuat yang lainnya. Adakalanya hukum tidak
sesuai atau serasi dengan kaedah-kaedah sosial lainnya itu.[4]
Akan
tetapi dalam satu hal, hukum berbeda dari kaedah sosial yang lainnya, yakni
bahwa penataan ketetntuan-ketetntuannya dapat dipaksakan dengan suatu cara yang
teratur. Pengertiannya, pemaksaan guna menjamin penataan ketentuan-ketentuan
hukum itu sendiri tun duk pada aturan-aturan tertentu, baik mengenai bentuk,
cara maupun alat pelaksanannya. Hal ini
tampak dengan jelas dalam suatu negara, pemaksaan itu biasanya berada di tangan
negara dengan alat-alat perlengkapannya. Soal pemaksaan ketaatan terhadap hukum
ini membawa kita ke suatu masalah yang pokok bagi penyelamatan dari hakekat
hukum, yakni masalah hukum dan kekuasaan.
Permasalahan
yang menyangkut berfungsinya hukum dalam masyarakat tidak terlepas dari
kenyataan apakah hukum tersebut benar-benar berlaku atau tidak. Teori-teori hukum
memaparkan tiga hal tentang berlakunya hukum sebagai kaedah; merupakan.kaedah
hukum berlaku secara yuridis apabila penentuannya didasarkan atas kaedah yang
lebih tinggi tingkatannya Kedua kaedah hukum tersebut efektif, pengertiannya
dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh
masyarakat (teori kekuasaan). Ketiga kaedah hukum tersebut berlaku secara
filosofis, pengertiannya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif
yang tertinggi.
Hukum sebagi sarana Pembangunan Masyarakat
Kata
pembangunan biasanya diarahkan pada perubahan yang direncanakan dan
dikehendaki. Proses perubahan yang direncanakan dapat dilakukan pada
bidang-bidang kehidupan tertentu, tetapi dapat juga secara menyeluruh dan
simultan. Dalam kenyataannya sangat sulit untuk membatasi perubahan dalam
bidang tertentu. Hal ini dapat disadari karena semakin kompleknya permasalahan
sehingga perubahan yang terjadi pada suatu bidang cenderung menjalar pada
bidang kehidupan yang lain.[5]
Pada
masyarakat yang sedang membangun perubahan dibidang hukum akan berpengaruh
terhadap bidang-bidang kehidupan lainnya, begitu juga sebaliknya. Oleh karena
itu , fungsi hukum disatu pihak dapatlah dipergunakan sebagai sarana untuk
mengubah masyarakat menjadi lebih baik dan dilain pihak untuk mempertahankan
susunan masyarakat yang telah ada serta mengesahkan perubahan-perubahan yang
telah terjadi dimasa lalu.
Jika
mengetengahkan hukum sebagai sarana pembahauan masyarakat yang sedang pada masa
transisi, perlu ada penetapan prioritas-prioritas dan tujuan yang hendak
dicapai, sedangkan suber atau datanya dapat diperoleh melalui
penelitian-penelitian terhadap masyarakat diberbagai bidang kehidupan. Data
yang sudah diperoleh kemudian diabstraksikan agar dapat dirumuskan kembali ke
dalam norma hukum yang kemudian disusun menjadi tata hukum.
Karena
hukum berasal dari masyarakat dan hidup serta berproses di dalam masyarakat,
maka pembaharuan hukum tidak mungkin dilepaskan secara mutlak dari masyarakat.
Ini berarti bahwa yang dihadapi adalah kenyataan-kenyataan sosial dalam pengertian
yang luas. Kenyataan yang ada seperti yang dihadapi indonesia yaitu
masyarakatnya yang heterogen dengan tingkat bentuk masyarakat yang
berbeda-beda, mulai dari yang sederhana sampai pada masyarakat yang komplek,
maka akan dihadapkan pada diferensiasi yang berbeda-beda pula yang akhirnya
membawa akibat pada struktur masing-masing masyarakat.
Masyarakat
transisi yang mengalami proses dari yang sederhana ke komplek tidak jarang
dihadapkan pada sebagian nilai yang harus ditinggalkan, tetapi ada pula yang
harus dipertahankan karena mendukung proses penyelesaian masa transisi. Memang
setiap pebangunan maerupakan proses menuju suatu tujuan tertentu melalui
berbagai terminal; selama terminal-terminal tadi masih harus dilalui maka
transisi masih akan tetap ada.
Pada
masayarakat yang sederhana, hukum timbul dan tumbuh bersama-sama dengan
pengalaman-pengalaman hidup warga masyarakatnya. Disini penguasa lebih banyak
mengesahkan atau menetapkan hukum yang sebenarnya hidup dimasyarakat. Akan
tetapi hal yang sebaliknya agaknya terjadi pada masyarakat yang kompleks.
Kebhinekaan masyarakat yang kompelks menyebabkan sulit untuk memungkinkan
timbulnya hukum dari bawah. Diferensiasi yang tinggi dalam strukturnya membawa
konsekuensi pada aneka macam kategori dan kepentingan dalam masyarakat dengan
kepentingan-kepentingan yang tidak jarang saling bertentangan. Walaupun hukum
datang dan ditentukan dari atas, sumbernya tetap dari masyarakat.[6]
Dengan
demikian peranan nilai-nilai didalam masyarakat harus dipertahankan untuk
menetapkan kaedah hukum apabila diharapkan kaedah hukum yang diciptakan itu
dapat berlaku efektif. Dengan demikian berhasil atau gagalnya suatu proses
pembaharuan hukum, baik pada masyarakat yang sederhana maupun yang kompleks
sedikit banyak ditentukan oleh pelembagaan hukum didalam masyarakat. Jelas
bahwa usaha ini memerlukan perencanaan yang matang, biaya yang cukup besar dan
kemampuan meproyeksikan secara baik.
Di dalam masyarakat seperti Indonesia yang sedang mengalami masa peralihan menuju masyarakat modern tentunya nilai-nilai yang ada mengalami proses perubahan pula. Dengan demikian masyarakat yang melaksanakan pembangunan, proses perubahan tidak hanya mengenai hal-hal yang bersifat fisik, tetapi juga pada nilai-nilai dalam masyarakat yang mereka anut. Nilai-nilai yang dianut itu selalu terkait dengan sifat dan sikap orang-orang yang terlibat didalam masyarakat yang membangun. Jadi, perubahan yang terjadi tanpa melibatkan sikap dan sifat yang mengarak pada kehidupan modern tidak mustahil akan berakibat pemborosan dan sedikit sekali ati pembangunan itu. Jadi hakekat pembangunan nasional adaah masalah pembaharuan cara berpikir dan sikap hidup. Hanya saja masalah yang dipahami adalah nilai-nilai dan sikap yang mana yang harus ditinggalkan dan dipertahankan dan nilai yang mana yang harus digantikan dengan yang baru.[7]
Di dalam masyarakat seperti Indonesia yang sedang mengalami masa peralihan menuju masyarakat modern tentunya nilai-nilai yang ada mengalami proses perubahan pula. Dengan demikian masyarakat yang melaksanakan pembangunan, proses perubahan tidak hanya mengenai hal-hal yang bersifat fisik, tetapi juga pada nilai-nilai dalam masyarakat yang mereka anut. Nilai-nilai yang dianut itu selalu terkait dengan sifat dan sikap orang-orang yang terlibat didalam masyarakat yang membangun. Jadi, perubahan yang terjadi tanpa melibatkan sikap dan sifat yang mengarak pada kehidupan modern tidak mustahil akan berakibat pemborosan dan sedikit sekali ati pembangunan itu. Jadi hakekat pembangunan nasional adaah masalah pembaharuan cara berpikir dan sikap hidup. Hanya saja masalah yang dipahami adalah nilai-nilai dan sikap yang mana yang harus ditinggalkan dan dipertahankan dan nilai yang mana yang harus digantikan dengan yang baru.[7]
Pemuka
madzab sejarah mengatakan bahwa hukum itu ekpresi dan semangat dari jiwa rakyat
(volksgeis). Selanjutnya dikatakan bahwa hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh
dan berkembang bersama masyarakat. Konsep demikian ini memang didukung oleh
kenyataan dalam sejarah yaitu pada masyarakat yang masih sederhana sehingga
tidak dijumpai perana pembuat undang-undang seperti terdapat pada masayarakat
modern.
Di
Indonesia madzab sejarah ini sangat berpengaruh mulai zaman Hindia Belanda
melalui saluran pendidikan dan pemerintahan yang masih terasa hingga sekarang
lewat ahli-ahli hukum adat. Madzab ini memainkan peranan penting dalam mempertahankan
hukum adat sebagai pencerminan nilai-nilai kebudayaan penduduk pribumi dan
berusaha untuk mencegah tejadinya pemaratan yang teralalu cepat.[8]
Namun
dibalik politik hukum yang diilhmi oleh madzab sejarah ini terdapat segi-segi
yang kurang menguntungkan. Politik hukum yang dimaksud melindungi golongan
pribumi justru dalam perkembangannnya telah mengislasi golongan ini dengan
perkembangan hukum masa kini sehingga mengakibatkan keterbelakangan golongan
ini sehingga tidak mampu bersaing dengan golongan lain.
Hukum sebagai Alat dan Cermin Perubahan Masyarakat Dalam
Politik Hukum Indonesia.
Melihat
sub judul di atas mungkin akan muncul sebuah pertanyaan apakah hukum mampu
mengubah masyarakat? Andi Amrullah mengamati bahwa para pemikir tentang hukm
saat ini masih banyak yang belum dapat memandang atau bahkan menerima hukum
suatu sistem yang di samping memiliki komponen-komponen substansif berupa
kaedah-kaedah, juga memiliki komponen-komponen struktur dan kultur hukum. Masih
banyak sarjana hukum indonesia yang berpendapat bahwa hukum adalah suatu kaedah
yang ekslusif dan autonom. Sebagai konsekuensi dari pendangan tersebut banyak
sarjana hukum indonesia hanya berfungsi sebagai a tool of social control (alat pengawasan/control masyarakat) yang
secara pasif mengikuti perubahan masyarakat; manakala masyarakat berubah, maka
hukumpun berubah pula. Jadi hukum disini hanya merupakan stabilisator yang berumah
tanggaugas menjaga keseimbangan hidup masyarakat.
Namun
sebaliknya, konsepsi yang memandang hukum sebagai sistem yang memiliki komponen
substantif (kaedah-kaedah) dan komponen struktural dan kultural memberikan
fungsi hukum secara langsung dan aktif sebagai a tool off social engenering
yang dapat memaksakan perubahan masyarakat.
Pandangan
bahwa hukum tidak dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan perubahan dianut
leh savigny. dengan tegas menyangkal kemungkinan penggunaan hukum sebagai alat
melakukan perubahan. Pendapatnya didasarkan atas konsepsinya mengenai hukum.
Yaitu melihat hukum sebagai suatu yang tumbuh alamiah dari pergaulan masyarakat
itu sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa savigny adalah pemuka madzab sejarah
dalam hukum yang mengatakan bahwa hukum merupaka perwujudan dari kesadaran
hukum masyarakat (Volkgeis) yaitu bahwa semua hukum berasal dari adat-itiadat
dan kepercayaan, dan bukan dari pembentuk undang-undang.[9]
Masih
banyak sarjana yang menganggap bahwa hukum selalu ketinggalan dari perubahan
sehingga hukum tidak dapat melakukan perubahan terhadap masyarakat, namun
apakah keadaannya memang demikian dalam pengertian bahwa hukum tidak dapat
digunakan sebagai sarana untuk mengubah masyarakat?
Kesadaran
untuk menggunakan hukum sebagai sarana yang sengaja dipakai untuk tujuan-tujuan
yang dikehendaki, beranjak dari inti pemikiran yang dikemukakan oleh Roscoe
Pound yang dikenal dengan law as a tool off social engenering , yang di
Indonesia mulai muncul sekitar tahun 1970 oleh seorang pakar hukum yang pada
berbagai kesempatan mencoba untuk menarik perhatian orang mengenai penggunaan
hukum sebagai sarana perubahan Dalam masyarakat.
Dalam
prasaran yang dikemukakan pada seminar lembaga ilmu pengetahuan indonesia
mengenai pengaruh faktor sosial budaya dalam pembangunan nasional permulaan
tahun 1970, Ia sudah menyampaikan pendapatnya yang mengatakan bahwa hukum tidak
dapat memainkan peranan penting dalam proses pembaharuan. Di Indonesia fungsi
hukum di dalam pembangunan adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Hal
ini didasarkan atas anggapan bahwa adanya ketertiban di dalam pembangunan
merupakan sesuatu yang dipandang penting dan sangat diperlukan. Disampiang itu
hukum swbagai tata kaedah dapat berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan arah
kegiatan warga masyarakat ke dalam tujuan yang dikehendaki oleh perubahan
terencana tersebut. Sudah tentu fungsi tersebut seyogyanya dilakukan disamping
fungsi hukum sebagai sarana sistem pengendalian sosial.
Berdasarkan pendapat di atas apabila melalui hukum akan dilakukan perubahan terhadap masyarakat dalam pengertian bahwa hukum digunakan sebagai sarana untuk menguba masyarakat dan perubahan itu ditujukan ke arah yang baru, berati hukum harus dibentuk terlebih dahulu dan haus memuat bentuk masyaakat dengan hukum yang akan diubah tersebut. Dengan demikian untuk melakukan perubahan itu maka bentuk masyarakat yang dicita-citakan atau yang diinginkan harus dirumuskan terlebih dahulu seta harus memenuhi unsur-unsur masyarakat yang dikehendaki. Jadi apabila akan membentuk masyarakat pancasila yang adil dan makmur, maka masyarakat pancasila yang dil dan makmur itu dirumuskan terlebih dahulu, dan hukum yang akan diberlakukan itu telah memuat rumusan masyarakat pancasila yang adil dan makmur.
Berdasarkan pendapat di atas apabila melalui hukum akan dilakukan perubahan terhadap masyarakat dalam pengertian bahwa hukum digunakan sebagai sarana untuk menguba masyarakat dan perubahan itu ditujukan ke arah yang baru, berati hukum harus dibentuk terlebih dahulu dan haus memuat bentuk masyaakat dengan hukum yang akan diubah tersebut. Dengan demikian untuk melakukan perubahan itu maka bentuk masyarakat yang dicita-citakan atau yang diinginkan harus dirumuskan terlebih dahulu seta harus memenuhi unsur-unsur masyarakat yang dikehendaki. Jadi apabila akan membentuk masyarakat pancasila yang adil dan makmur, maka masyarakat pancasila yang dil dan makmur itu dirumuskan terlebih dahulu, dan hukum yang akan diberlakukan itu telah memuat rumusan masyarakat pancasila yang adil dan makmur.
Untuk
melihat sejauh mana peran hukum sebagai sarana untuk mengubah masyarakat,
mochtar kusumaatmaja menunjuk beberapa contoh tentang putusan dilarangnya
pengayauan, larangan pembakaran anda dibali. Dalam bidang hukum internasional
mengenai hukum pertambangan, nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda,
contoh lain dapat pula dilihat dalam UUPA yang dalam banyak hal bertujuan
membentuk masyarakat baru dalam bidang perumah tanggaanahan. Contoh lain dapat
pula disampaikan bahwa Keputusan Mahkamah Agung RI No. 179 K/Sip/1961 yang
menetapkan bahwa anak perempua dan laki-laki dari seorang peninggal waris
bersama-sama berhak atas rumah tanggaa warisan.[10]
Dengan
diundangkankannya UU Nomor 44 Tahun 2008 yang ingin mengubah tatanan masyarakat
yang menganggap pornografi sebagai bagian dari budaya dan gaya hidup menjadi
tatana masyarakat yang lebih bermartabat serta bermoral dimata manusia dan
Tuhan, ini merupakan sebagai dari contoh yang dapat disampaikan berkaitan
dengan fungsi hukum sebagai sarana perubahan masyarakat. Atau dengan kata lain
bahwa hukum sebagai sarana untuk mengubah masyarakat sangat berperan didalam
proses pembaharuan.
Hukum di dalam masyarakat juga dapat di gunakan sebagai cermin perubahan, berubahnya masyarakat dapat dilihat bagaimana hukum melakukan perubahan terhadapnya. Dengan melihat sejarah bagaimana hukum di Indonesia cita hukum yang diperjuangkan dalam konteks hukum indonesia adalah cita hukum pancasila. Namun demikian Prof. Mahfud mengatakan sesuatu yang pasti dirasakan adalah bahwa dalam sembilan terakhir sejak era reformasi 1998 gema pancasila sudah sangat mengendur, sebelum era reformasi pancasila selalu dijadikan bahan teriakan dalam berbagai pidato pejabat, slogan di media masa dan alat untuk menyanjung dan menjatuhkan orang.
Hukum di dalam masyarakat juga dapat di gunakan sebagai cermin perubahan, berubahnya masyarakat dapat dilihat bagaimana hukum melakukan perubahan terhadapnya. Dengan melihat sejarah bagaimana hukum di Indonesia cita hukum yang diperjuangkan dalam konteks hukum indonesia adalah cita hukum pancasila. Namun demikian Prof. Mahfud mengatakan sesuatu yang pasti dirasakan adalah bahwa dalam sembilan terakhir sejak era reformasi 1998 gema pancasila sudah sangat mengendur, sebelum era reformasi pancasila selalu dijadikan bahan teriakan dalam berbagai pidato pejabat, slogan di media masa dan alat untuk menyanjung dan menjatuhkan orang.
Selanjutnya
mahfud mengatakan tetapi setelah gerakan reformasi berhasil menjathkan rezim
orde baru yang ternyata penuh korupsi, kolusi dan nepotisme, maka gema
pancasila pun nyaris lenyap. Hal ini dimungkinkan karena malu karena memiliki
pemerintah yang selalu mendengungkan pancasila namun pada kenyataannya justru
melakukan KKN.
Mahfud
mengatakan bahwa pancasila bukan negara agama dan negara sekuler, ideologi
pancasila itu bukan didasarkan pada individualisme dan bukan pada kolektifisme.
Penjelasan yang substansinya benar tapi disampaikan oleh penguasa yang tidak
konsekuen itu muncul celetukan, kalau pancasila ini bukan yang ini dan yang itu
berarti pancasila itu konsep yang bukan-bukan.
Pernyataan
bahwa pancasila dalam konteks negara bukan negara agama dan bukan negara
sekuler serta dalam konteks ideologi bukan individualisme dan bukan
kolektivisme menurut mahfud adalah benar adanya. Itu adalah pernyataan yang
tepat untuk mengekpresikan kesepakatan para pendiri negara ketika bersepakat
mendirikan negara pada tahun 1945.[11]
Dengan
meminjam istilah yang disampaikan oleh Fred W Rings Mahfud menyebut pancasila
merupakan suatu konsep prismatik, Prismatik adalalh suatu konsep yang mengambil
segi-segi yang baik dari sua konsep yang bertentangan yang kemudian disatukan
sebagai konsep tersendiri sehingga dapat selalu diaktualisasikan dengan
kenyataan masyarakat indonesia dan setiap perkembangannya. Negara indonesia
bukan negara agama karena negara agama hanya mendasarkan diri pada satu agama
saja, tetapi negara pancasila juga bukan negara sekuler karena negara sekuler
sama sekali tidak mau terlibat dalam urusan agama. Negara pancasila adalah
sebuah religions nation state yakni sebuah negara kebangsaan yang religius yang
melindungi dan memfaisilitasi perkembangan semua agama yang dipeluk oleh
rakyatnya tanpa pembedaan besarnya dan jumlah pemeluk.
Negara
pancasila mengakui manusia sebagai individu yang mempunyai hk dan kebebasan,
sekaligus mengakui bahwa secara fitrah manusia manusia itu juga adalah mahkluk
sosial yang tidak bisa mejadi manusiawi kalau tidak hidup bersama
manusia-manusia lain. Dalam konsep keseimbangan yang seperti ini pancasila
bukanlah penganut konsep individualisme yang memutlakkan hak dan kebebasan
individu, tetapi juga bukan penganut konsep kolektivisme yang mau menyamakan
semua manusia begitu saja tanpa menghargai hak dan kebebasan individu.
Pengelolaan nilai kepentingan dan nilai sosial dari konsepsi yang seperti ini
harus mengarah pada keseimbangan antara kepentingan perseorangan dan
kepentingan bersama serta nilai sosial paguyuban dan nilai sosial patembayan.
Itulah
konsep pancasila sebagai konsep prismatik yang memperumah tanggaemukan secara
integratif segi-segi baik dari berbagai konsep yang dipandang saling bertentangan.
Dalam kaitanya dengan pembangunan hukum, Mahfud mengatakan pancasila dapat
disebut sebagai bingkai dari sistem hukum pancasila, sebuah sistem yang khas indonesia
dan berbeda dengan sistem hukum yang lain. Meski belakangan ini menurut mahfud
banyak orang yang merasa kurang gagah untuk menyebut sistem hukum pancasila
sebagai sebuah sistem hukum yang khas, namun harus ada keberanian untuk
mengangkatnya kembali sebagai paradigma dalam pembangunan hukum kita. Satcipto
rahardjo menyebut bahwa hukum pancasila mencerminkan kekhasan bangsa indonesia
yang penuh kekluargaan dan gotong-royong yang karenanya memang berbeda dengan
sitem hukum yang lain. Oleh sebab itu tisak ada yang salah ketika sistem hukum
pancasila disebut sebagai sistem hukum yang khas untuk melayani masyarakat
indonesia. Hukum adalah cermin dan pelayan masyarakatnya sehingga sistemnya pun
harus sesuai dengan masyarakat yang dilayaninya. Masyarakat yang berbeda tentu
dilayani oleh sistem hukum yang berbeda pula.
Sistem
hukum pancasila berbeda dari sistem hukum eropa kontinental yang hanya
menekankan pada legisme, civil law, adminitrasi, kepastian hukum, dan
hukum-hukum terumah tanggaulis yang negara hukumnya disebut Rechtsstaat. Sistem
hukum pancasila juga berbeda dari sistem hukum Anglo saxon yang hanya
menekankan pada pernan yudisial,Common law dan substansi keadilan yang negara
hukumnya disebut The Rule of law.
Sistem hukum pancasila mengambil segi-segi terbaik dari Rechtsstaat dan The rule Off law yang didalamnya berumah tanggaemu dalam sebuah ikatan prismatik dan integratif prinsip kepastian hukum dan keadilan substansial. Dalam penegakan hukum, sistem hukum pancasila menghendaki kepastian hukum bahwa keadilan telah ditegakkan. Sistem hukum pancasila menghendaki penegakan keadilan substansial melalui aturan-aturan hukum yang formal atau mengehndaki kepastian hukum berdasarkan aturan hukum formal yang menjamin terpenuhinya keadilan substansial. Permusyawaratan dan sikap gotong royong yang penuh kekeluargaan ditonjolkan didalam sistem hukum pancasila sehingga membawa perkara kepengadilan hanya akan ditempuh jika penyelesaian dengan kekeluargaan ternyata gagal untuk dicapai.
Sistem hukum pancasila mengambil segi-segi terbaik dari Rechtsstaat dan The rule Off law yang didalamnya berumah tanggaemu dalam sebuah ikatan prismatik dan integratif prinsip kepastian hukum dan keadilan substansial. Dalam penegakan hukum, sistem hukum pancasila menghendaki kepastian hukum bahwa keadilan telah ditegakkan. Sistem hukum pancasila menghendaki penegakan keadilan substansial melalui aturan-aturan hukum yang formal atau mengehndaki kepastian hukum berdasarkan aturan hukum formal yang menjamin terpenuhinya keadilan substansial. Permusyawaratan dan sikap gotong royong yang penuh kekeluargaan ditonjolkan didalam sistem hukum pancasila sehingga membawa perkara kepengadilan hanya akan ditempuh jika penyelesaian dengan kekeluargaan ternyata gagal untuk dicapai.
Itulah
konsep perismatik sistem hukum pancasila yang sesuai dengan akar buday bangsa
yang secara khas telah hidup didalam kenyataan bangsa Indonesia
sejak-berabad-abad lamanya. Sehingga dengan demikian tidak perlu malu dan segan
sebagai bangsa indonesia untuk menganggap pancasila sebagai satu konsep sistem
hukum yang dapat dijadikan sebagai dasar berperilaku dalam mengkonsep tata
hukum Indonesia. Karena sistem hukum pancasila sangat mencerminkan kepribadian
bangsa indonesia sebagai sebuah sistem hukum.[12]
[1]
http://wwwgats.blogspot.com/2009/07/fungsi-hukum-sebagai-alat-dan-cermin.html
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] ibid
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Lili Rasjidi,
1985, Filsafat Hukum: Apakah hukum itu?.Bandung: Remaja karya
Lili Rasjidi dan Arief Sidarta (Editor), 1998, Fungsi Hukum dalam Masyarakat yang sedang Membangun, andung:Bandung. Mochtar Kusumaatmaja,1976, Fungsi dan perkembangan hukum dalam pembangunan Nasional, Bandung: Binacipta. Mochtar Kusumaatmaja, 2006, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, Moh Mahfud, MD, 2007, Perdebatan Hukum Tata Negara \:Pasca amandemen konstitusi, Jakarta: LP3ES.
---------------------------, 1999, Amandemen Konstitusi Menuju Reformasi Tata Negara, Yogyakarta, UII Press. Satjipto Rahardjo,1986, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni
-------------------------,2003, Sisi-sisi lain tentang hukum Indonesia, Jakarta:Kompas. Soeryono Soekanto dan Mustafa Abdullah,1982, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,Jakarta: Jakarta. Sunaryati Hartono,1981, Politik Hukum Menuju sistem hukum nasional, Bandung: Alumni.
Lili Rasjidi dan Arief Sidarta (Editor), 1998, Fungsi Hukum dalam Masyarakat yang sedang Membangun, andung:Bandung. Mochtar Kusumaatmaja,1976, Fungsi dan perkembangan hukum dalam pembangunan Nasional, Bandung: Binacipta. Mochtar Kusumaatmaja, 2006, Konsep-konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung: Alumni, Moh Mahfud, MD, 2007, Perdebatan Hukum Tata Negara \:Pasca amandemen konstitusi, Jakarta: LP3ES.
---------------------------, 1999, Amandemen Konstitusi Menuju Reformasi Tata Negara, Yogyakarta, UII Press. Satjipto Rahardjo,1986, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni
-------------------------,2003, Sisi-sisi lain tentang hukum Indonesia, Jakarta:Kompas. Soeryono Soekanto dan Mustafa Abdullah,1982, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,Jakarta: Jakarta. Sunaryati Hartono,1981, Politik Hukum Menuju sistem hukum nasional, Bandung: Alumni.
Ditulis Oleh : Unknown ~ Berbagi Design Blogger
Sobat sedang membaca artikel tentang REFORMASI HUKUM DAN BIROKRASI PEMERINTAHAN. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebarluaskan artikel ini, tapi jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya.
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar bijak Anda sangat di nantikan ..Terimakasih.Salam Sukses...