Home » » Pertanggungjawaban Pelaku Pidana Pornografi ditinjau dari undang-undang No. 44 tahun 2008 Tentang Pornografi

Pertanggungjawaban Pelaku Pidana Pornografi ditinjau dari undang-undang No. 44 tahun 2008 Tentang Pornografi

Written By Unknown on Kamis, 03 Januari 2013 | 19.50


PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU TINDAK PIDANA
PORNOGRAFI DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008
TENTANG PORNOGRAFI

Oleh :

Drs. Nanang Nugraha, SH., M.Si.

Abstrak

Pada hakikatnya pornografi mengandung tiga sifat, yakni kecabulan, eksploitasi seksual dan melanggar norma kesusilaan. Prilaku yang demikian melanggar norma kesusilaan. Dengan adanya Undang-undang No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang akan melawan prilaku seperti itu, ada 33 (tiga puluh tiga) perbuatan mengenai pornografi yang dilarang, seperti persenggamaan, eksploitasi seksual, ketelanjangan yang dikemas dalam 10 (sepuluh) pasal tindak pidana pornografi. Undang-undang Pornografi, lebih lengkap dari pada KUHP yang sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat sekarang, dalam kenyataannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yaitu pendekatan yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengkaji asas-asas hukum dan sistem tata hukum yang berkenaan dengan pornografi serta peraturan masalah yang dikaji...
Abstract
Intrinsically pornography contains three characters, namely licentiousness, sexual exploitation and impinges ethics norm. my Prila am such a impinges ethics norm. With existence of invitors No 44 The year 2008 about Pornografi which will fight against my prila like that, there is 33 ( three puluh three) deed about pornography prohibited, like persenggamaan, exploitation of sexual, tidy  naked in 10 ( ten) section of pornography crime. Pornography [Code/Law], more completely from at Criminal Law matching with requirement of public law now, in in reality. Research method applied is method yuridis normatif, that is approach which based on at law and regulation rules applied and studies law grounds and law system which with reference to pornography and regulation of problem studied.



Pendahuluan
Pornografi di Indonesia memang telah tumbuh pesat terutama setelah dimulainya masa reformasi. Kendati produk media komunikasi yang mengandung muatan materi pornografi telah lama hadir di negara ini, namun tidak pernah dalam skala begitu luas dan masih seperti yang terjadi dalam beberapa tahun 2004.  Pornografi di Indonesia merupakan masalah serius bagi pemerintah, di mana Ketua Associated Press pernah menyatakan bahwa ”Indonesia akan menjadi surga pornografi berikutnya, The Next Heaven of Pornography setelah Rusia dan Swedia.”[1]
 Kemajuan teknologi komputer dan komunikasi berupa internet dalam penyebaran informasi dalam kehidupan nyata berupa pornografi akibat adanya karakteristik pada teknologi tersebut. karakteristik pada internet yang sepenuhnya beroperasi secara virtual (maya) dan tidak mengenal batas-batas teritorial pada perkembangannya akan melahirkan aktifitas-aktifitas baru sehingga muncul kejahatan baru dalam bentuk cyberporn yaitu munculnya situs-situs porno. [2]
Walaupun hal tersebut merupakan suatu kejahatan, akan tetapi kenyataan yang terjadi di masyarakat khususnya dalam lingkup penegakan hukum adalah tidak adanya suatu penanganan yang serius yang diterapkan untuk mengatasi masalah ini. Bahkan dengan dalih tidak adanya undang-undang khusus yang mengatur untuk menyelesaikan masalah tersebut merupakan salah satu alasan yang digunakan oleh para penegak hukum mengapa mereka tidak serius dalam menangani satu masalah yang menurut penulis sudah meresahkan masyarakat.
Dampak dari masalah ini sangatlah nyata, bukan hanya wanita yang menjadi korban melainkan, anak-anak yang di bawah umur menjadi bahan untuk memuaskan rasa nafsu yang ditimbulkan akibat adegan porno yang diperoleh para pelaku, akibatnya marak tindak pidana pornografi di antaranya sering terjadi perzinahan, perkosaan, dan bahkan pembunuhan dan aborsi. [3] Para pelakunya pun tidak hanya orang-orang yang tidak dikenal, atau orang yang tidak mempunyai hubungan seprofesi, hubungan kerja atau hubungan tetangga, bahkan yang lebih mengerikan adalah ketika seorang guru ngaji yang tega memperkosa muridnya yang sepantasnya memberikan ilmu dan bimbingan agar menjadi penerus bangsa yang bermoral baik.
Salah satu upaya dari pemerintah agar tidak terjadi aksi pornografi yang bisa mengancam kelangsungan generasi bangsa maka diundangkannya undang-undang Pornografi yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008, yang diharapkan dengan undang-undang tersebut, penanggulangan pornografi dapat ditanggulangi secara efektif dan yang paling penting bahwa Undang-undang 
Permasalahan
1.      Bagaimana pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pornografi ditinjau dari Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi?
2.      Upaya-upaya apa yang harus dilakukan, dalam menanggulangi masalah tindak pidana pornografi?


Pembahasan
Latar Belakang Pornografi
Muatan pornografi lazimnya berupa eksploitasi dan kormersialisasi seks pengumbaran ketelanjangan, baik sebagian atau penuh, pengumbaran gerakan-gerakan erotis, serta pengumbaran aktivitas seksual sosok perempuan yang hadir dalam produk media komunikasi, media massa, dan atau pertunjukan. Akibatnya, pornografi biasanya cenderung lebih menempatkan manusia khususnya perempuan, sebagai objek seks yang sangat direndahkan.
Efek kelanjutan dari masalah ini, kemudian membuat orientasi, nilai, dan prilaku seksual masyarakat menjadi semakin pernisif alias serba boleh. Menginggat pornografi diduplikasi secara masif oleh media massa yang punya kekuatan untuk mempengaruhi khalayaknya. Konsekuensi logisnya, pornografi juga bisa dikaitan dengan peningkatan jumlah kasus maupun ragam resiko kesehatan reproduksi atau seksual, termasuk kekerasan seksual. Hal ini menginggat pornografi langsung atau tidak langsung telah mengkondisikan permisivitas perilaku seksual di masyarakat, yang diawali dengan pembangkitan hasrat seksual pada para konsumennya.
Sejumlah aturan yang ada yakni KUHP, Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-undang No. 8 tahun 1992 tentang Perfilman, Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hingga Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Kekekrasan Dalam Rumah Tangga sekalipun, selain belum optimal ditegakkan, juga belum spesifik mengatur pornografi.
Lebih dari itu, aturan hukum yang ada belum mampu menjangkau pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi seperti pada perkembanagn dunia maya. Faktanya, di Indonesia media internet adalah sumber materi pornografi yang tidak hanya mudah diakses, tetapi juga diproduksi. Demikian pula dengan berbagai pertunjukan yang mengumbar ketelanjangan (sebagian atau penuh seperti pertunjukan organ tunggal di berbagai pelosok tanah air), gerakan sensual, bahkan mengesankan aktivitas seksual, seolah ditolerir.
Dampak Terpaan Pornografi Pada Khalayak
Perangsangan seksual
            Tanpa ragu, sejumlah studi menunjukan dampak paling nyata dari konsumsi materi pornografi oleh khalayak adalah rangsangan seksual. Untuk membuktikan terjadinya rangsangan seksual pada khalayak tersebut, para peneliti menggunakan berbagai teknik pengukuran yang berbeda.
            Peneliti juga menemukan bahwa perbedaan gender mempengaruhi respon khalayak terhadap materi pornografi yang dikonsumsinya. Dari sini, ditemukan bahwa materi pornografi dikonsumsi laki-laki 70 (tujuh puluh) persen lebih banyak dibandingkan perempuan. Namun dilain pihak, perempuan ternyata dapat menikmati materi seksual yang diproduksi oleh dan mengunakan perseptif perempuan.
Perubahan Perilaku
                                    Seperti juga telah disinggung, konsumsi materi pornografi akan memiliki dampak pada prilaku. Hal ini disebabkan, khalayak mempelajari adegan atau aktifitas seksual yang mereka konsumsi dari materi pornografi tersebut. Salah satu dampak yang diakibatkan olehnya adalah disinhibition (pemudaran tabu).
Dalam studi ditemukan setelah menyaksikan sebuah film bermuatan pornografi, seorang khalayak akan lebih merasa terbiasa dan wajar dengan adegan seksual yang disaksikannya tersebut. Ia juga akan cenderung memiliki dorongan untuk mempraktikan aktifitas yang disaksikannya, meskipun sebelumnya hal itu merupakan sesuatu yang dianggap tabu. Para peneliti juga kemudian memberikan perhatian pada kemungkinan hubungan antara konsumsi materi pornografi dengan terjadinya peristiwa kejahatan seksual.
Kontroversi Dalam Masyarakat Terhadap Pelaku Pornografi
Isu mengenai pornografi menjadi kontroversi yang telah berlangsung sejak lama. Paling tidak ada empat isu yang kerap muncul kepermukaan saat kita membahas pembatasan pornografi, yaitu sebagai berikut :
·         Pornografi dan klain pendidikan seks;
·         Pembatasan pornografi melanggar hak asasi manusia;
·         Diskriminasi perempuan;
·         Pornografi versus seni.
Pornografi dan Klaim Pendidikan Seks
            Orang yang menganggap pornografi tidak berbahaya,sering kali menyangkut pautkan dengan ”manfaat pornografi”. Ya, menurut mereka, pornografi masih ada manfaatnya, yaitu sebagai pendidikan seks, atau meningkatkan gairah seks kembali setelah nyaris ”mati”. Sehingga, kemudian banyak orang yang merasa tidak terganggu dengan munculnya berbagai program bincang-bincang di surat kabar, radio atau bahkan televisi yang kerap kali mangatakan bahwa yang mereka bincangkan sebenarnya pornografi dengan menceritakan perilaku seksual mereka yang merangsang hasrat seksual ke hadapan pendengar dan penontonnya.
Pada prinsipnya, seks bukanlah sesuatu yang tidak boleh dibicarakan termasuk oleh remaja. Justru salah satu cara melindungi remaja dari pengetahuan tentang seks yang menyesatkan adalah dengan memberikan pendidikan seksualitas yang benar. Pendidikan seksualitas yang benar adalah pendidikan yang memberi pengetahuan tentang organ-organ seksual atau organ-organ reproduksi manusia bagaimana cara kerjanya, dan dampaknya bila salah digunakan. Biasanya, seseorang terutama remaja, setelah memperoleh pendidikan seks yang benar, akan cenderung untuk menjaga kehormatannya dan berhati-hati dalam bergaul. Kekhawatiran akan terjadinya kehamilan, terinfeksi penyakit menular seksual, atau bahkan HIV/AIDS adalah antara lain pertimbanganya.
Pornografi adalah Hak Asasi Manusia
            Sebagai pihak berargumen bahwa pembatas atau larangan terhadap pornografi merupakan suatu bentuk ancaman terhadap demokrasi. Menurut mereka, kebebasan berbicara dan berekpresi adalah hak asasi setiap manusia yang dilindungi oleh undang-undang.            Memang benar bahwa kebebasan berekspresi merupakan bagian dari hak asasi manusia, namun kemerdekaan atau kebebasan bersuara dan berekspresi bukanlah berarti boleh untuk menyebarkan informasi apa pun. Selalu ada pengecualian. Di negara yang dianggap paling demokratis pun, seorang warga tidak akan dijamin haknya untuk menghina ras tertentu. Artinya, selalu ada batasan terhadap kebebasan.
 Namun kecabulan (obcsenity) termasuk dalam unprotected speech, yaitu hak berekspresi yang tidak dilindungi. Begitu juga dengan di negara kita, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 28 F, memang menjamin kebebasan berekspresi warga negaranya. Bunyi pasal itu adalah:
”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan mengunakan segala jenis saluran yang tersedia.”[4]
            Meski demikian, adanya kebebasan ini bukan tanpa batas. Bukan bebas untuk mengungkapkan segala-galanya di muka umum. Pasal 28 J dalam UUD 1945 mengungkapkan kewajiban dari hak kebebasan pada pasal 28 F tadi; bunyinya:
 ” (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan dan kebebasannya, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntunan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Membatasi Pornografi Diskriminasi Perempuan atau Melindungi Perempuan
            Salah satu isu yang cukup mengemuka dalam perdebatan pornografi adalah soal diskriminasi terhadap perempuan argumennya, peraturan-peraturan yang muncul mengenai pornografi, terutama tentang pembatasan atau larangan untuk mempertontonkan bagian tubuh yang sensual sering kali mengacu pada pelarangan bagian-bagian tubuh yang dimiliki oleh perempuan seperti paha, pinggul, dan pantat.
            Menurut kalangan yang memperjuangan kebebasan, bila isi peraturannya seperti itu, berarti pandangan patriarkhi (sudut pandang pria) sangatlah dominan. Perempuan, menurut mereka, menjadi tidak pernah merdeka harus selalu tunduk terhadap kekuasaan para lelaki. Bahkan terhadap tubuhnya sendiri,  Negara sampai mengaturnya pada sebuah undang-undang dengan alasan pornografi. Ketika para lelaki banyak yang mudah terangsang hasrat seksualnya karena melihat tubuh perempuan, maka bagian-bagian tubuh perempuan tersebut yang dilarang.
            Tidak heran, bila kemudian kelompok ini menentang mati-matian berlakunya sebuah undang-undang tentang pornografi. Menurut mereka, larangan untuk mempertontonkan bagian-bagian tubuh tersebut, alih-alih pornografi, sebenarnya lebih karena keinginan yang paham patriarkhi untuk mendiskriminasikan perempuan. Perempuan tidak boleh sejajar dengan pria, dan agar perempuan tetap sebagai warga kelas dua di bawah bayang-bayang pria. Padahal, sesungguhnya tidaklah demikian. Pada kenyataannya memang tubuh perempuanlah yang sering kali menjadi objek pornografi. Memang pernah ada majalah yang menjadikan pria sebagai objek pornografi, namun tidak pernah bertahan lama. Sebaliknya, ketika tubuh perempuan yang dieksploitasi secara seksual oleh media-media pornografi, maka banyak yang bertahan lama.
Pornografi Versus Seni
            Kasus pornografi versus seni yang paling hangat adalah saat pesinetron muda, Anjasmara dan model Isabel Yahya tampil berpose tampak telanjang. Mereka hadir sebagai model dari fptp-foto Davy Linggar pada pameran foto City Biennale 5 September-5 Oktober 2005 di Museum Bank Indonesia. Pameran foto dunia yang diselenggarkan dua tahun sekali ini, pada saat itu Indonesia menjadi tuan rumahnya. Tema yang diangkat saat itu adalah tentang Urban Culture.
Seni sebenarnya bukanlah alasan yang kuat dipakai oleh kalangan seniman sebagai pembenaran dari karya-karya mereka yang kontroversial. Hal ini karena sesungguhnya, bila alasan karya seni yang dipakai, sudah selayaknya unsur kepatutan dan kesantunan berlaku juga untuk kalangan seniman. Para seniman bukanlah strata sosial tertentu yang berhak mengekspresikan apapun tanpa batas. Bahwa kebebasan berekspresi perlu mendapat jaminan di negara ini adalah benar, tetapi bukan berarti segala hal ini bisa diekspresikan di depan khalayak umum.
Penyair terkenal Taufiq Ismail dalam salah satu tulisannya mengenai pornografi, punya kiat jitu untuk menilai suatu karya seni itu pornografi atau bukan. Menurutnya, saat ia menulis sebuah cerpen, misalnya maka ia akan mengetes dan menguji karya sastranya itu lewat dua tahap. Jadi sebenarnya, sang seniman sendiri sudah dapat mengukur karyanya, apakah masuk dalam kategori pornografi atau tidak. Tinggal mana yang paling dominan, nuraninyakah atau nafsunya.[5]
Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Pornografi
Berdasarkan pengertian tindak pidana dan pornografi, dapat diberi batasan bahwa tindak pidana pornografi adalah perbuatan dengan segala bentuk dan caranya mengenai dan yang berhubungan dengan gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat yang dirumuskan dalam undang-undang pornografi dan diancam pidana bagi siapa yang melakukan perbuatan tersebut.
Dalam objek pornografi mengandung tiga sifat, yaitu (1) isinya mengandung kecabulan, (2) eksploitasi seksual dan (3) melanggar norma kesusilaan. Sementara itu, KUHP menyebutnya dengan melanggar kesusilaan. Antara benda pornografi dengan sifat kecabulan dan melanggar norma kesusilaan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Oleh karena memuat kecabulan, maka pelanggaran norma kesusilaan. Kecabulan merupakan isi dari pornografi.
Bangunan tindak pidana pornografi bentuk konkret dalam undang-undang pornografi, dibentuk berdasarkan tiga pilar pornografi sebagai berikut:
·         Pengertian yuridis pornografi dalam Pasal 1 angka 1 undang-undang pornografi;
·         Objek pornografi yang disebutkan dengan tersebar dalam Pasal-pasal undang-undang pornografi, seperti Pasal 1 angka 1, Pasal 4 s.d. 12 jo Pasal 38 undang-undang pornografi;
·         Perbuatan pornografi yang dilarang, ada 33 (tiga puluh tiga) perbuatan dalam 10 (sepuluh) Pasal yang merumuskan tindak pidana pornografi dalam Pasal 29 s.d. 38 undang-undang pornografi.
Tindak pidana pornografi dimuat dalam Pasal 29 s.d. 38 undang-undang pornografi. Apabila dilihat dari sudut pandang perbuatan yang dilarang, maka terdapat 33 (tiga puluh tiga) tindak pidana pornografi yang dimuat dalam sepuluh pasal. Tindak pidana pornografi dalam sepuluh pasal tersebut sebagai berikut:
1)        Tindak pidana pornografi memproduksi, membuat, dan lainnya pornografi Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1). Dalam tindak pidana ini terdapat 12 (dua belas) bentuk perbuatan yang dilarang terhadap objek pornografi.
2)        Tindak pidana menyediakan jasa pornografi Pasal 30 jo Pasal 4 ayat (2).
3)        Tindak pidana meminjamkan atau mengunduh produk pornografi Pasal 31 jo Pasal 5.
4)        Tindak pidana memperdengarkan, mempertontonkan dan lainnya produk pornografi Pasal 32 jo Pasal 6, Ada 6 (enam) perbuatan yang dilarang oleh Pasal 32 jo Pasal 6.
5)        Tindak pidana mendanai atau memfasilitasi perbuatan memproduksi, membuat, dan lainnya pornografi Pasal 33 jo Pasal 7.
6)        Tindak pidana sengaja menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi Pasal 34 jo Pasal 8.
7)        Tindak pidana menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi Pasal 35 jo 9.
8)        Tindak pidana mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum Pasal 36 jo Pasal 10.
9)        Tindak pidana melibatkan anak dalam kegiatan atau sebagai objek dalam tindak pidana pornografi Pasal 37 jo Pasal 11.
10)    Tindak pidana mengajak, membujuk, dan lainnya anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi Pasal 38 jo Pasal 12. Dalam tindak pidana ini terdapat 7 (tujuh) perbuatan yang dilarang.[6]
Upaya Penanggulangan Masalah Tindak Pidana Pornografi
Pornografi telah menggurita di tanah air kita. Hampir di setiap segi kehidupan masyarakat, pornografi mengintai. Harganya murah, membuat kemampuan merusak pornografi menjadi kian besar. Ini berarti orang-orang dengan pendapatan yang minim, termasuk anak-anak dan pelajar, rentan terhadap pengaruh pornografi padahal, kelompok ini termasuk yang sulit untuk mengontrol hasrat seksualnya.
Jadi, memberantas pornografi di tanah air kita sudah tidak bisa ditawar lagi, perjuangan melawan pornografi tidak hanya selesai dengan membuat undang-undang dan aturan hukum. Yang paling penting sebenarnya menyiapkan masyarakat itu sendiri. Tidak tergoda mengkonsumsinya serta sadar bahwa pornografi itu berbahaya dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menggugah Kesadaran Masyarakat
Langkah efektif untuk melawan pornografi adalah melakukan gerakan penyadaran pada masyarakat. Harus ada sebuah organisasi yang rapi untuk mewadahi gerakan perlawanan ini, yang penting juga adalah menyiapkan masyarakat untuk berani dan mau bersuara terhadap berbagai pelanggaran pornografi protes-protes ini bisa dilakukan, baik secara langsung kepada media yang bersangkutan, maupun disiarkan di media massa lain. Bentuknya misalnya berupa surat pembaca yang hadir di rubrik surat pembaca yang ada di hampir setiap surat kabar. Tindakan ini diharapkan mampu menggugah hati nurani masyarakat dan memprotes kegiatan amoral tersebut agar pengelola media yang nakal itu menghentikan perbuatannya dengan kesadarannya sendiri.
Membebaskan Keluarga Dari virus Pornografi
            Menanggulangi bahaya pornografi harus dimulai dari keluarga, keluarga merupakan elemen terkecil dari masyarakat. Bila keluarga kuat, dan punya sikap untuk membendung pornografi, maka akan mempunyai pengaruh sangat besar bagi masyarakat. Selain itu, keluarga merupakan pintu pertama pendidikan bagi anak. Maka, membebaskan keluarga dari virus pornografi merupakan upaya yang tidak dapat ditawar lagi.
            Untuk itu keluarga khususnya para orang tua, hendaknya mulai melakukan langkah-langkah preventif agar virus pornografi tidak meneror keluarga. Beberapa langkah preventif itu adalah :
a.       Pengetahuan agama, bekal pengetahuan agama sangat besar pegaruhnya untuk menuntun para anggota keluarga mengoptimalkan waktu mereka untuk perbuatan-perbuatan yang baik;
b.      Pendidikan seks sejak dini, orang tua juga penting untuk membekali pendidikan seks untuk anak-anak mereka sejak dini;
c.       Komunikasi, tumbuhkan suasana komunikasi yang sehat, yaitu setiap anggota keluarga merasa nyaman dan aman bila mengungkapkan perasannnya;
d.      Menumbuhkan sikap asertif, sikap asertif adalah kemampuan untuk bersikap tegas terhadap ancaman yang datang pada diri seseorang.
Peran Serta Aparatur Pemerintah
            Salah satu upaya dari pemerintah agar tidak terjadi aksi pornografi yang bisa mengancam kelangsungan generasi bangsa maka diundangkanya undang-undang Pornografi yaitu Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008, yang diharapkan dengan undang-undang tersebut, penanggulangan pornografi dapat ditanggulangi secara efektif. Dalam penanggulangan pornografi peranan pemerintah dalam menanggulangi masalah pornografi sangatlah penting karena menyangkut dengan massa depan generasi muda. Dengan dilakukan penerangan dan penyuluhan oleh pemerintah ke setiap sekolah-sekolah, instansi, masyarakat umum tentang bahaya pornografi bisa dilakukan di lembaga penyiaran publik seperti televisi, radio dan media massa akan menekan sedikitnya kasus tindak pidana pornografi.


Kesimpulan & Saran
Kesimpulan
1.      Dalam mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana pornografi, dapat dilihat berdasarkan perbuatan pornografi yang dilanggarnya, ada 33 (tiga puluh tiga) perbuatan dalam 10 (sepuluh) Pasal yang merumuskan tindak pidana pornografi dalam Pasal 29 s.d. 38 Undang-undang No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
2.      Penanggulangan dan penanganan masalah pornografi secara preventif dan persuasif adalah dengan mengefektifkan peran tokoh-tokoh dan orang-orang yang berkiprah di dunia pendidikan moral, seperti para pemuka agama, guru, atau orang tua untuk memberikan pendidikan moral kepada masyarakat dan anak-anak sejak usia dini. Beberapa langkah preventif itu adalah Pengetahuan agama, Pendidikan seks sejak dini, Komunikasi, Menumbuhkan sikap asertif.
Saran
1.      Harus disadari bahwa masalah pornografi adalah suatu problema yang sangat kompleks dan memprihatinkan oleh karena itu, diperlukan upaya dan dukungan dari orang tua, masyarakat, pemerintah, dan lembaga-lembaga lain yang terkait untuk menanggulangi pornografi.
2.      Perlu adanya suatu penanganan yang serius dari para penegak hukum untuk mengatasi masalah kasus pornografi yang semakin meresahkan masyarakat, penegakan hukum merupakan suatu keharusan yang tidak dapat di tunda-tunda lagi. Karena sehebat apapun suatu perencanaan, apabila penegak hukum tidak berjalan, itu semua tidak berperan signifikan dalam penanggulangan tindak pidana pornografi.


Daftar Pustaka
Amir Hamzah Fachrudin, Artis Penjaja Seks, Jakarta, April 2000.

Adami Chazawi  (i), 2009. Tindak Pidana Pornografi, Penerbit CV.Putra Media Nusantara, Surabaya

Associated Press, Pornografi dalam Media Massa

www.google.com, Akses Pornografi Dalam Dunia Virtual (maya) diakses pada 19 maret 2012

Pornografi, oleh taufiq Ismail sebuah makalah dalam diskusi aliansi Selamatkan Anak Indonesia, Kamis 27 April 2006

Undang-Undang Dasar 1945 ( Amandemen )



Riwayat Hidup Penulis
Drs. Nanang Nugraha, S.H., M.Si., Dosen Fakultas Hukum dan FISIP Universitas Purwakarta, FISIP UNSIKA, STKIP Subang, Widyaiswara Madya.







[1] Associated Press, Pornografi dalam Media Massa, 2004 hlm 2.
[2] www.google.com, Akses Pornografi Dalam Dunia Virtual (maya)
[3] Amir Hamzah Fachrudin, Artis Penjaja Seks, Jakarta, April 2000. hlm 82.
[4] Undang-Undang Dasar 1945 ( Amandemen )
[5]  Pornografi, oleh taufiq Ismail sebuah makalah dalam diskusi aliansi Selamatkan Anak Indonesia, Kamis 27 April 2006
[6] Adami Chazawi  (i), 2009. Tindak Pidana Pornografi, Penerbit CV.Putra Media Nusantara, Surabaya, hlm 140.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Berbagi Design Blogger

Sobat sedang membaca artikel tentang Pertanggungjawaban Pelaku Pidana Pornografi ditinjau dari undang-undang No. 44 tahun 2008 Tentang Pornografi. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebarluaskan artikel ini, tapi jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya.

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar bijak Anda sangat di nantikan ..Terimakasih.Salam Sukses...

get this widget
Memuat...


Daftar Artikel Gratis

Berlangganan Gratis



 
Support : Fahrezanugraha | Alifa Firmansyah | Team Creatif
Copyright © 2013. Skripsi, Karya Tulis Ilmiah dan bahan Tayang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger