Home » » OTONOMI DAERAH ANTARA CITA – CITA DAN KENYATAAN

OTONOMI DAERAH ANTARA CITA – CITA DAN KENYATAAN

Written By Unknown on Selasa, 26 Maret 2013 | 23.15



OTONOMI DAERAH ANTARA CITA – CITA
DAN KENYATAAN



Tugas Akhir Mata Kuliah Hukum Pemerintahan Daerah






Disusun oleh :

NANANG NUGRAHA










UNIVERSITAS PURWAKARTA
2008



PENGANTAR

Otonomi daerah hingga saat ini masih terus menjadi bahan pembicaraan yang menarik berbagai kalangan baik pejabat pemerintah, wakil rakyat, politisi, akademis, pelaku ekonomi bahkan rakyat awam sekalipun.
Makalah ini hanya sebagian pengetahuan dan pemahaman penulis yang dapat disajikan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Hukum Pemerintahan Daerah dengan judul Otonomi Daerah Antara Cita – Cita dan Kenyataan.
Semoga ada manfaatnya mohon maaf atas segala kekurangan.
Terima kasih


Purwakarta,    Oktober 2008
Penulis


Nanang Nugraha





DAFTAR ISI

Pengantar
Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

Bab II Persfektif Cita – cita Otonomi Daerah
Lata Belakang
Cita – cita Otonomi

Bab III Kenyataan Otonomi Daerah

Bab IV Kesimpulan dan Penutup



BAB I
PENDAHULUAN

Tanggal 1 Januari 2001 merupakan awal berlakunya Otonomi Daerah yang berdasarkan UU No.22/1999 dan UU No.25/1999.
Namun Otonomi Daerah sesungguhnya telah memiliki sejarah yang panjang dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia. Bahkan sejak jaman penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan.
Pada tahun 1903, Pemerintah Kerajaan Belanda mengeluarkan Desentralisasi 1903 (Staatsblad 1903 / 329) yang membuka kemungkinan dibentuknya daerah – daerah otonom yang disebut gewestlijke ressorten atau locale ressorten. Melalui Undang – undang tentang perubahan pemerintahan, kepada daerah – daerah diberikan kewenangan yang lebih luas. Disamping diberikan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, daerah juga diberi tugas – tugas untuk membantu dan melaksanakan peraturan perundang – undangan pusat (mede bewind). Tujuan utama waktu itu adalah memberi kesempatan dan beban tanggung jawab kepada penduduk asli untuk menyelenggarakan pemerintahan agar lambat laun mereka memperoleh pengalaman politik yang melakukan pelatihan dan penyelenggaraan kehidupan pemerintahan yang bebas dalam lingkungan ikatan Kerajaan Belanda.
Sistem otonomi daerah yang sudah dikembangkan sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda itu dihentikan oleh penjajah Jepang. Dewan – dewan perwakilan dihapus oleh Jepang. Pemerintah Kabupaten dan Kota tetap ada yang dipimpin oleh bupati (kentyoo) dan walikota (sityoo).
Ketika Indonesia akan merdeka, dipersiapkan sebuah UUD yang didalamnya sudah dicantumkan juga adanya bentuk daerah yang otonomi (streek en locale rechtsgemeenschappen), disamping daerah yang bersifat administrative. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan pemerintah menerbitkan UU No.1 tahun 1945 yang mengatur tentang Komite Nasional Daerah menjadi Badan Perwakilan Daerah. Badan ini bersama – sama dengan di pimpin oleh kepada Daerah menjalankan pekerjaan mengatur rumah tangga daerahnya.
Selanjutnya dalam rentang waktu 54 tahun sejak tahun 1945 hingga tahun 1999 telah lahir enam UU dan dua Penpres yang silih berganti mengatur sistem pemerintahan daerah yang didalamnya ada otonomi daerah. Kini yang berlaku adalah UU No.22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah disertai UU No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut menjadi acuan utama dalam pelaksanaan otonomi daerah dewasa ini.
Guna lebih memperkuat dan memberi penekanan terhadap perlunya segera dilaksanakan otonomi daerah tersebut MPR – RI mengeluarkan TAP No.IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijaksanaan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah salah satu pertimbangannya adalah : “bahwa penyelenggaraan otonomi daerah selama ini belum dilaksanakan sebagaimana diharapkan sehingga banyak mengalami kegagalan dan tidak mencapai sasarah yang telah ditetapkan. Kegagalan itu menimbulkan ketidakpuasan dan ketersinggungan rasa keadilan yang melahirkan antara lain tuntutan untuk memisahkan diri dan tuntutan keras agar otonomi daerah ditingkatkan pelaksanaannya”.
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa meskipun selama ini otonomi daerah itu sudah diatur oleh UU yang pernah ada, tetapi pelaksanaannya masih belum mencapai sasarah. Bahkan dampak dari kegagalan pelaksanaan otonomi daerah dapat berakibat serius yaitu tuntutan untuk memisahkan diri alias merdeka.
Daerah yang serius menutut merdeka antara lain Aceh, Irian Jaya, Riau dan Kaltim. Bahkan Aceh dan Irian Jaya disertai adanya gerakan yang bersenjata yaitu AGAM dan OPM. Oleh karena itu secara khusus rekomendasi MPR tersebut memilah Aceh dan Irian Jaya yang berbeda dengan daerah – daerah lain.
Untuk lebih jelasnya berikut ini kutipan beberapa butir dari Rekomendasi tersebut : “Rekomendasi ini ditujukan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat agar ditindak lanjuti sesuai dengan butir – butir rekomendasi di bawah     ini :
1)    Undang – undang tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh dan Irian Jaya, sesuai amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. IV/MPR/1999 tentang Garis – garis Besar Haluan Negara tahun 1999 – 2004, agar dikeluarkan selambat – lambatnya 1 Mei tahun 2001 dengan memperhatikan aspirasi masyarakat daerah yang bersangkutan.
2)    Pelaksanaan otonomi daerah bagi daerah – daerah lain sesuai dengan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah UU No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dengan memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a.    Keseluruhan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari kedua Undang – undang tersebut agar diterbitkan selambat – lambatnya akhir Desember tahun 2000
b.    Daerah yang sanggup melaksanakan otonomi secara utuh dapat segera memulai pelaksanaannya terhitung 1 Januari 2001 yang tercermin dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah
c.    Daerah yang belum mempunyai kesanggupan melaksanakan otonomi daerah secara penuh dapat memulai pelaksanaannya secara bertahap sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya
d.    Apabila keseluruhan peraturan pemerintah belum diterbitkan sampai dengan akhir Desember 2000, daerah yang mempunya kesanggupan penuh untuk menyelenggarakan otonomi diberikan kesempatan untuk menerbitkan peraturan daerah yang mengatur pelaksanaannya. Jika peraturan pemerintah telah diterbitkan, peraturan pemerintah daerah yang terkait harus disesuaikan dengan peraturan pemerintah dimaksud.

Kutipan tersebut menggambarkan kesungguhan Majelis dalam merespon tuntutan daerah untuk dapat segera melaksanakan otonomi. Kemudian apa yang menjadi tujuan – tujuan dari kebijakan tentang otonomi daerah tersebut.
TAP No.IV/MPR/2000 menyebutkan, “Kutipan otonomi daerah diarahkan kepada pencapaian sasaran – sasaran sebagai berikut :
1)    Peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreatifitas masyarakat serta aparatur pemerintahan di daerah
2)    Kesetaraan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah di daerah dan antar pemerintah daerah dalam kewenangan dan keuangan
3)    Untuk menjamin peningkatan rasa kebanggaan, demokrasi, dan kesejahteraan masyarakat di daerah
4)    Menciptakan ruang yang lebih luas bagi kemandirian daerah






BAB II
PERSFEKTIF CITA – CITA OTONOMI DAERAH

A.   Latar Belakang
Lahirnya UU No.22/1999 dan No.25/1999 diwarnai, oleh suasana krisis, mulitidimensional yang didahului oleh krisis moneter. Di bidang politik dan pemerintahan, saat itu sedang berada pada masa transisi dari Orde Baru ke Era Reformasi yang ditandai oleh adanya euforia demokrasi dengan ekspresi serba bebas dalam menyampaikan pikiran, perkataan dan tindakan.
Pembahasan kedua RUU yang melahirkan kedua UU tersebut berada pada ujung masa bhakti Presiden dan DPR-RI menjelang Pemilu 1999. Jika pemilu dilaksanakan tanggal 7 Juni 1999, maka pembahasan RUU tersebut berlangsung pada sekitar Maret – April 1999.
Sementara itu tuntutan daerah – daerah yang merasa diperlakukan tidak adil oleh Pemerintah Pusat selama Orde Baru terus mendesak, bahkan mengancam akan memisahkan diri alias merdeka. Oleh karena itu dapat dimaklumi jika hasil rumusan dari UU tersebut mungkin terdapat kekurangan dan kelemahan jika dikaitkan dengan keperluan mencapai sasaran tertentu termasuk untuk mewujudkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian tidak berarti bahwa UU No.22/1999 dan UU No.25/1999 buruk dan tidak dapat dipakai sebagai landasan pelaksanaan otonomi daerah. Bahkan jika dibandingkan UU No.5 tahun 1974 tentang pokok – pokok pemerintahan di daerah, maka UU No.22/1999 ini banyak sekali pada idealisme desentralisasi yaitu demokrasi, daya guna dan hasil guna, pemberdayaan masyarakat dan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan ekonomi.
Memang ada beberapa kelemahan dari UU No.22/1999 tersebut antara lain Bab III Pembentukan dan Susunan Daerah Pasal 4 ayat (2) yang berbunyi “Daerah – daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) masing – masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan herarki satu sama lain”. Padalah yang dimaksud itu adalah hubungan Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Sedangkan Pasal 18 UUD 1945 dalam penjelasannya menyebutkan. ”Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil”. Disini dapat dinilai ada semangat yang agak berlebihan dalam UU No.22/1999 ketika memisahkan sama sekali hubungan antara propinsi dengan kabupaten dan kota.
Hal tersebut yang kemudian melahirkan angka 7 (TAP-IV/MPR/2000) yang berbunyi :
“Sejalan dengan semangat desentralisasi, demokrasi, dan kesetaraan hubungan pusat dan daera diperlukan upaya perintisan awal untuk melakukan revisi yang bersifat mendasar terhadap Undang – undang Nomo 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – undang Nomo 25 tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah. Revisi dimaksud dilakukan sebagai upaya penyesuaian terhadap pasal 18 Undang – undang Dasar 1945, termasuk pemberian otonomi bertingkat terhadap propinsi, kabupaten/kota, desa/negeri/marga, dan sebagainya.
Lepas dari adanya kelemahan dalam UU No.22/1999 tersebut dikaitkan dengan upaya untuk mewujudkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, dapat dibahas sejauh mana dapat dijadikan landasan pelaksanaan otonomi daerah.

B.   Cita – cita
Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 huruf h menyebutkan “Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang – undangan”. Sedangkan huruf I menyebutkan “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Elemen yang terdapat dalam pengertian otonomi daerah tersebut adalah sebagai berikut :
1)    Kewenangan
2)    Daerah otonom
3)    Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
4)    Prakarsa sendiri
5)    Aspirasi masyarakat
6)    Peraturan perundang – undangan

Berdasarkan pengertian tersebut, maka “pelaksanaan otonomi daerah” adalah melaksanakan  atau mengefektifkan enam elemen yang terkandung dalam pengertian tersebut.
1)    Kewenangan
Menurut pengertian bahasa, kewenangan adalah dasar bertindak yang dibenarkan oleh hukum. Sedangkan menurut teori hubungan pusat daerah dalam ilmu pemerintahan adalah adanya pelimpahan kekuasaan untuk bertindak yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
Istilah kewenangan dalam hal ini terkait dengan aturan hubungan tentang pusat – daerah sebagai akibat dari dianutnya asas desentralisasi dalam sistem pemerintahan di daerah UU No.22/1999 mencantumkan Bab IV kewenangan daerah yang dijabarkan mulai pasal 7 sampai dengan pasal 13.
Dalam pasal 7 ayat (1) dianut tentang Kewenangan Daerah yang mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama serta kewenangan dibidang lain. Ayat (2) menjelaskan mengenai kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dan perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional.
Adapun bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri, dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.

2)    Daerah Otonom
Berdasarkan asas desentralisasi, maka dibentuklah daerah otonom yang mempunyai otonomi. Makna dari otonom itu sendiri pada prinsipnya berkenaan dengan kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Sedangkan pengertian menurut UU No.22/1999 pasal 1 huruf I disebutkan daerah otonom, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3)    Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
Makna mengatur dalam pemerintahan adalah membuat dan melaksanakan aturan yang mengikat pihak – pihak tertentu dan atau yang terkait. Dalam UU No.22/1999 Bab VI Peraturan Daerah dan Keputusan Kepada Daerah  menjelaskan aturan tercantum dalam pasal 69 sampai pasal 74 pasal 69 menyebutkan, Kepala Daerah Peraturan Daerah atas persetujuan DPRD dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah dan penjabaran  lebih lanjut dari peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi. Pasal 70 menyatakan peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah lain dan peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi.
Selanjutnya makna mengurus adalah menyelenggarakan urusan. Sedangkan dalam ilmu pemerintahan adalah tindakan pemberian otonomi, ke daerah dalam bentuk hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur, mengurus dan menyelenggarakan urusan – urusan dan atau kegiatan pemerintahan tertentu oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah Propinsi dan atau Daerah Kabupaten / Kota dan oleh Pemerintah Daerah Propinsi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota.
UU No.22/1999 menentukan ada jenis urusan yang dikaitkan dengan Daerah Otonom sebagaimana diatur pasal 11 ayat (2) urusan yang wajib dilaksanakan yaitu ada 11 macam sebagai berikut :
(1)      Pekerjaan umum
(2)      Kesehatan
(3)      Pendidikan dan kebudayaan
(4)      Pertanian
(5)      Perhubungan
(6)      Industri
(7)      Penanaman modal
(8)      Lingkungan hidup
(9)      Pertanahan
(10)   Koperasi
(11)   Tenaga kerja

Pasal 7 ayat (1) menetapkan pengecualian, urusan yang tidak dilimpahkan kepada daerah ada 5 macam yaitu :
(1)  Politik luar negeri
(2)  Pertahanan dan keamanan
(3)  Peradilan
(4)  Moneter dan fiskal
(5)  Agama

Ditambah dengan yang lain yaitu sebagaimana diatur pasal 7 ayat (2) :
(1)  Perencanaan nasional dan pembangunan nasional secara makro
(2)  Dana perimbangan keuangan
(3)  Sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara
(4)  Pembinaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia
(5)  Pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi tinggi yang strategis
(6)  Konservasi
(7)  Standarisasi nasional

UU No.22/1999 pasal 22 yang mengatur tentang kewajiban DPRD pada huruf e, menyebut “Memperhatikan  dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan pengaduan masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya”.
Kemudian pasal 43 tentang kewajiban kepada Daerah huruf e menyebutkan “Meningkatkan taraf kesejahteraan”, sedangkan huruf f menyebut “Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat”.

4)    Prakarsa sendiri
Prakarsa yang mempunyai titik singgung dengan peran serta dijelaskan pada konsiderans Menimbang pada huruf b dari UU No.22/1999 dirumuskan sebagai berikut : “bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan kepada prinsip – prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah”.
Kemudian pada huruf c disebutkan sebagai berikut “bahwa dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan  dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sesuai dengan prinsip – prinsip demokrasi, serta peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
UU No.22/1999 jelas menempatkan peran serta dan prakarsa masyarakat sebagai hal yang penting.
5)    Aspirasi masyarakat
UU No.22/1999 pasal 18 tentang tugas dan wewenang DPRD huruf h menyebutkan, “menampung dan menindak lanjuti aspirasi daerah dan masyarakat”. Maka sudah jelas bahwa UU ini mempunyai misi untuk menjadikan aspirasi masyarakat sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan.

6)    Peraturan Perundang – undangan
UU No.22/1999 pasal 72 ayat (1) menggariskan bahwa untuk melaksanakan peraturan daerah dan atas kuasa peraturan perundang – undangan yang berlaku kepada daerah menetapkan keputusan kepada daerah. Selanjutnya ayat (2) menyebutkan, keputusan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah, dan peraturan perundang – undangan yang lebih tinggi. Untuk mengetahui Tata Urutan Peraturan Perundang – undangan, dapat dilihat dalam TAP No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang – undangan, pasal 2 berbunyi sebagai berikut :
“Tata Urutan peraturan Perundang – undangan Republik Indonesia adalah“ :
(1)  Undang – undang Dasar 1945
(2)  Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
(3)  Undang – undang
(4)  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang (Perpu)
(5)  Peraturan Pemerintah
(6)  Keputusan Presiden
(7)  Peraturan Daerah






BAB III
KENYATAAN OTONOMI DAERAH

Setelah hampir 8 tahun Undang – undang yang menganut kebijakan otonomi daerah sampai dengan saat ini mewujudkan kenyataan yang belum mensejahterakan masyarakat, bahkan cenderung tingkat kemiskinan di daerah semakin meningkat.
Keadaan ini tentunya tidak diharapkan dari cita – cita otonomi daerah, namun kita masih harus tetap optimis sewaktu usia 8 tahun kalau kita ibaratkan anak sekolah baru kelas 3 SD dan kita menyadari apa yang bisa diperbuat oleh anak sekolah 3 SD? Mungkin baru mengenal tokoh pahlawan mengarang berlukis dan pengalaman mereka di rumah dan pada saat libur sekolah.
Mereka belum tentu belum paham akan keadaan masyarakat dari dampak krisis multidimensi pada tahun 1998.
Otonomi daerah baru sebatas perangkat peraturan perundangan belum suplementasi. Hal ini terlihat dari revisi UU No.22 tahun 1999 dengan UU No.32 tahun 2004. Revisi terjadi sewaktu banyak aturan  yang tersirat dalam UU No.22 tahun 1999 belum mengakomodasi kondisi daerah baik dari ketersediaan SDA maupun SDA nya. Bahkan peralihan pembaharuan organisasi perangkat daerah yang mempengaruhi penataan kelembagaan untuk melaksanakan otonomi daerah.
Sudah 3 kali diganti mulai dari PP 84 tahun 2000, PP 8 tahun 2003 dan saat ini sedang dibahas oleh masing – masing Pemda. Implementasi PP 41 tahun 2007 untuk dijadikan peraturan daerah organisasi perangkat daerah.
Jadi otonomi daerah pada kenyataannya menimbulkan berbagai persoalan yang perlu segera di benahi sehingga cita – cita otonomi daerah untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat dan menjadi kenyataan.
Beberapa hal pelaksanaan yang tidak sesuai dengan cita – citanya dapat penulis kemukakan sebagai berikut :

v  SDM
Aparatur pemerintah daerah belum siap untuk berotonomi, karena selama 32 tahun birokrasi pemerintah daerah di atur pusat (desentralisasi) walaupun dalam UU No.5 tahun 1974 dalam salah satu pasalnya menegaskan bahwa titik berat otonomi daerah ada pada pemerintah daerah kabupaten Tk. III namun pemerintah orde baru menerapkan desentralisasi “setengah hati” dengan berbagai kebijakan yang berakibat pemda kabupaten sangat tergantung pada pemerintah pusat.



v  Keterbatasan
-          Sumber daya alam yang dimiliki oleh masing – masing daerah menimbulkan ketimpangan pemerataan pembangunan ala daerah yang cepat berkembang, barulah ada daerah daerah yang justru angka kemiskinannya semakin bertambah
-          Pelaksanaan demokratisasi di daerah cenderung melewati batas, konflik pilkada, kebebasan pers, hubungan bupati dan DPRD, penetapan APBD. Seringkali menimbulkan masalah baru dan berlarut – larut akibatnya elit politik dekade mudah salah paham dan program pembangunan menjadi mandek.
-          Pengalihan perilaku korupsi bagi pejabat pemda, bahwa aturan yang tidak jelas serta cenderung berubah – ubah banyak pejabat daerah terjerat kasus korupsi akibatnya banyak aparat pemda yang tidak bersedia kalau diberi tanggung jawab menangani proyek pembangunan
-          Perubahan dan pembentuk daerah baru yang tunjangan untuk menetapkan otonomi daerah, malah menjadi suatu problem baru berubah menghambat pelaksanaan otonomi daerah
-          Kualitas suatu pemda banyak hal lainnya bahwa konsep cita – cita otonomi daerah baru sebatas cita – cita dan belum implementasi dari yang diharapkan.


BAB IV
KESIMPULAN DAN PENUTUP

KESIMPULAN
-          Otonomi daerah sebagai cita – cita yang sudah lama menyertai perubahan pemerintahan di Indonesia
-          Otonomi daerah yang implementasinya oleh suatu peranan pembangunan baru dimulai sejak 1 Januari 2001 melalui UU No.22 tahun 1999
-          Tujuan otonomi daerah untuk agar daerah dalam berkembang maju sendiri dan masyarakatnya sejahtera
-          Kenyataannya bahwa kebijakan otonomi daerah masih banyak persoalan dan kendala / terhambat oleh implementasinya, karena disebabkan SDA dan SDM terbatas, aturan pelaksanaannya yang selalu berubah serta kepentingan politik lebih dominan dari pada kepentingan ekonomi maupun lainnya

PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan semoga ada manfaatnya. Terima kasih.

Ditulis Oleh : Unknown ~ Berbagi Design Blogger

Sobat sedang membaca artikel tentang OTONOMI DAERAH ANTARA CITA – CITA DAN KENYATAAN. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebarluaskan artikel ini, tapi jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya.

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar bijak Anda sangat di nantikan ..Terimakasih.Salam Sukses...

get this widget
Memuat...


Daftar Artikel Gratis

Berlangganan Gratis



 
Support : Fahrezanugraha | Alifa Firmansyah | Team Creatif
Copyright © 2013. Skripsi, Karya Tulis Ilmiah dan bahan Tayang - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger